Saturday, June 28, 2014

Bisakah Kaubayangkan?

RE-WRITE YAAA ^-^


Ini adalah sebuah uraian kata-kata, mungkin tak memiliki makna jika kau bukanlah pemeran utamanya. Ini adalah sebuah rangkaian kata-kata saat lidahku kelu takbisa menjelaskan apa yang sesungguhnya aku rasakan. Ini adalah kumpulan paragraf saat aku lelah memberi sinyal kepada seseorang yang terlalu buta untuk melihatnya. Ini adalah sebuah goresan hidup, yang tertuang hanya senyuman dan air mata, mereka datang berdampingan. Jika air mata ingin tahu, aku masih ingin memeluk hangat senyuman itu, jika air mata bisa dan mau mengalah, aku ingin selamanya saja merasakan senyuman itu membelai indah pipiku. Namun, hidup terlalu adil. Hidup memberikanku sebuah peluang untuk bertemu air mata. Tak bisakah kau mengerti? Aku hanya ingin selamanya saja bersama senyuman, tanpa dirimu, Air mata. Biar kuberi tahu, bagaimana air mata itu hadir di hidupku, akhir-akhir ini...

Pesan singkat itu selalu hadir di setiap hari-hariku. Pesan singkat di malam hari adalah yang paling kutunggu. Kauberikan senyuman itu hadir, ketika lelucon yang kaugunakan pada setiap pesan singkat yang kaukirim. Aku merindukan hal itu...

Sakit rasanya ketika kau tiba-tiba menghilang tanpa memberi kabar seperti biasanya. Rindu ini terus menggerogoti batinku, aku rindu pesan singkatmu. Aku selalu berharap bahwa hpku bergetar dan yang aku terima adalah bbm darimu. Namun, tidak seperti itu nyatanya. Expectations Vs Reality. Expectations was winning than reality. Kamu pernah menjadi bagian dari hariku, setiap malam, saat mata ini tak sanggup lagi terbuka karna lelahnya hari yang kujalani, tapi aku terus berusaha supaya tidak terlelap demi kamu, demi pesan singkat yang kaukirim, ucapan selamat malam, atau... perbincangan yang kuanggap lelucon. Kita ber-acting layaknya kita sebagai pemeran utama dalam sinetron di televisi. Setiap malam. Selalu saja ada hal bodoh yang kautuangkan dalam pesan singkat yang kaukirim. Aku bahagia, dan yang terpenting dirimulah yang membuatku sebahagia itu.

Kautahu? Aku menggantungkan harapanku padamu. Aku sudah berharap lebih, karena kupikir kau juga mempunyai rasa yang sama terhadapku. Namun, sepertinya aku salah duga. Apakah kau benar-benar tidak bisa melihat usahaku untuk memperjuangkanmu? Apakah kau terlalu tuli untuk bisa mendengar setiap perhatian yang tertuang untukmu? Apakah hatimu sudah lumpuh untuk mencintai seseorang? Sayang, dengarlah... tak mungkin kau tidak melihat seberapa perjuanganku, tak mungkin kau terlalu tidak peduli pada setiap orang yang perhatian denganmu. Apa kau sedang menunggu? Apa yang kautunggu jika kau sudah tahu bahwa aku memiliki perasaan yang lebih dari sekedar 'sahabat'?

Mungkin aku berharap, bahwa aku bisa menjadi alasanmu tersenyum setiap saat. Tapi sepertinya, harapan itu akan menguap perlahan-lahan bersama harapanku yang lainnya.

Kalau kauingin tahu bagaimana perasaanku, seluruh kosakata pun tak sanggup menjelaskannya padamu. Perasaan bukanlah rangkaian kata-kata, bukan juga rangkaian kalimat yang memiliki definisi dan arti. Aku lelah. Aku ingin menyerah, tapi mengapa ada saja hal yang membuat aku ingin bertahan? Ah. Itulah perasaanku, Sayang. Kau pasti tidak peduli, kan? Apa pedulimu padaku? Akupun tak pernah benar-benar punya tempat di hatimu. Bagaimana kehilangan ini begitu menyakitkan, Sayang. Padahal aku tidak pernah benar-benar memilikimu.

Pernah aku baca kutipan sebuah novel, "Setiap perempuan pasti butuh kepastian", mungkin perempuan itu termasuk aku juga. Aku butuh kepastian, Sayang. Kau tidak bisa hanya berdiri di depan pintu hatiku. Jika kau ingin keluar dari hatiku, silahkan. Tapi tolong, jangan berdiri di depan pintu itu, menghalangi seseorang yang ingin memasuki ke hatiku saja. Miris.

Tulisan ini mungkin kutulis karena memang takbisa kukatakan secara langsung. Mungkin juga karena air mataku terlalu beku, atau hatiku terlalu sakit sehingga kutakbisa menangis lagi ketika nanti berhadapan denganmu. Mungkin juga lidahku terlalu kelu jika bertatap muka denganmu. Aku mengingatmu sebagai sosok yang pernah hadir, namun tak pernah benar-benar tinggal. Sosokmu terlalu semu di hatiku, tak bisakah aku menggapaimu? Menjadikan kamu pemilik hati ini? Mungkin aku memang bodoh, karena walaupun rasanya sakit, hingga detik ini aku masih ingin bertahan.

Semoga saja kautahu, aku sedang berusaha melupakanmu, tapi hati ini juga yang mengajakku berusaha untuk bertahan denganmu. Entah hal bodoh apa yang telah kita lakukan bersama, sehingga hati ini tak ingin melepas kepergian sosok semu itu.

Bisakah kaubayangkan rasanya jadi aku? Bisakah kaubayangkan rasanya kehilangan sosok yang pernah hadir, namun tak pernah benar-benar tinggal? Bisakah kaubayangkan rasanya mempertahankan seseorang yang tak ingin dipertahankan? Bisakah kaubayangkan rasanya mencintai seseorang yang tak boleh dicintai? Bisakah kaubayangkan rasanya jadi seseorang yang setiap hari menahan tangisnya hanya untuk terlihat baik-baik saja?

Sudahlah, kautakkan pernah benar-benar paham.

No comments:

Post a Comment