Saat takdir yang berbicara. Waktu memilih untuk diam. Waktu memberi tahuku melalui isyarat, bahwa kau sudah tidak lagi memiliki perasaan yang sama. Aku sangat sedih, lebih sedih dari kata-kata yang baru saja aku ketik. Rangkaian bunga untuk belasungkawa mungkin sudah bertebaran di hatiku saat ini. Kamu memilih orang yang (mungkin) lebih baik dariku. Aku berfikir, apakah kau pernah merasakan bagaimana rasanya dikhianati, Sayang? Sungguh, jika aku boleh meminta akan ku kutuk kau jadi fosil dan akan aku taruh kau di museum. Kamu tidak pernah berfikirkah, bahwa ditinggalkan seseorang yang sangat kamu cintai itu sakit? Apalagi dengan alasan tidak wajar. "Aku mau fokus belajar dulu, aku nggak bisa kalau pacaran," katamu meyakinkanku. Perasaanku saat itupun tidak tahu sudah seperti apa abstractnya mendengar pengakuanmu. Namun aku mencoba mengerti, aku mencoba pahami bahwa masa depanmu lah yang lebih penting dibandingkan aku saat ini. Aku mulai mencoba melepasmu...dengan ketidak ikhlasan.
Dua minggu sudah kau meninggalkanku, tanpa menoleh sedikitpun denganku. Terus berjalan menyongsong masa depanmu. Sampai akhirnya saat aku menjadi stalker sejatimu. Aku melihat tweet dan mention yang tidak seharusnya aku baca pada saat aku ingin menghadapi ujian besok. Aku terbakar cemburu. Aku melihat kau begitu antusiasnya dengan wanita itu. Kau mencoba peduli dan perhatian kepada wanita itu. Kau mencoba tebar pesona dengan rasa tak bersalah. Sesungguhnya dia tahu, bahwa kau juga pernah melakukan itu kepadaku. Lebih dari itu. Aku tidak mengerti apa yang ada dipikiranmu saat itu. Aku mencoba mencerna kata-kata di setiap rangkaian tweet mu. Yap, aku bisa menebak kau menyukai gadis itu. Dari caramu memberi perhatian, dari caramu merayu gadis itu, dari awal...aku sudah tahu. Dari kita pada saat menjalin hubungan pun aku sudah merasa ada yang aneh terhadapmu. Dan akhirnya, ku putuskan untuk mundur mencintaimu. Aku sudah seharusnya ikhlas dengan kepergianmu. Aku yang harus tahu diri, apa kau yang harus intropeksi? Ah, aku sudah tidak peduli. Kepergianmu membuatku sadar, bahwa cinta tulus yang kuberikan hanya kau jadikan seonggok perasaan busuk yang tak berarti. Kepergianmu membuatku sadar, bahwa perjuangan yang telah kulakukan hanya kau jadikan debu-debu yang bertebaran tak tahu arahnya kemana. Kepergianmu membuatku... Menemukan orang yang layak aku perjuangkan dan aku sayangi. Terimakasih, kepergianmu akan ku jadikan sebuah cerita yang tak pernah menjadi indah, walau dilihat dari segi manapun. Aku harap, kepergianmu membuatmu tidak akan pernah menyesal menyia-nyiakan kasih sayang, perjuangan, dan pengorbanan yang aku beri. Asal kau tahu, kau terlalu lemah untuk tidak kuat pada keadaan. Karna kau memilih menyerah, kau memilih gadis yang lebih dekat denganmu. Aku tidak pernah menyesal pernah mencintaimu. Yang aku sesali adalah... Kenapa bisa kau putuskan hubungan yang dengan kuat aku perjuangkan?
Terimakasih, Sayang. Sekarang, aku mungkin sudah menemukan 'siapa' yang pantas mendapatkan semua itu. Yang pasti bukan kau, pengkhianat waktu.
No comments:
Post a Comment